PENGANTAR SENI BUDHAYA
BAB I
PENGANTAR SENI BUDHAYA
Sekolah tanpa kesenian akan jadi kebun binatang,
sekalipun binatang yang ada bisa jadi binatang
bernalar normal (ratio animal)
A. KEBUDAYAAN
Mempelajari
pengertian kebudayaan memang tidak mudah karena banyaknya batasan dan konsep
dari berbagai ahli, bahasa,sejarah, literature, sumber bacaan, dan pendekatan
metode disiplin ilmu lainya (sosio, psiko). Kebudayaan berasal dari kata
sansekerta budhayah yaitu bentuk
jamak dari budhi dan dayah budi berarti nilai yang baik,
dhayah berarti akal, yang berarti daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan
karsa sebagai perilaku dan kegiatan maupun sebagai abstraksi ide nilai dan
norma. Pengertian kebudayaan itu dilihat dari segi sosiologi adalah keseluruhan
kecakapan-kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu, dan lain-lain) yang dimiliki
manusia sebagai subjek masyarakat. Jika dilihat dari segi sejarah, kebudayaan
adalah warisan sosial atau tradisi. Dari segi antropologi kebudayaan diberi
pengertian sebagai tata hidup, way of
life, atau kelakuan (Bakker, 1988: 27). Kebudayaan mengandung pengertian
yang luas meliputi pemahaman perasaan suatu bangsa yang kompleks, meliputi
pengetahuan, kepercayaan, seni, moral, hukum, adat istiadat, dan pembawaan
lainya yang diperoleh dari anggota masyrakat (Taylor, 1897) kemudian menurut
AL.Kroeber dan C. Kluckhon dalam Culture : A
Critical Review of Concept and definition (1952) menyatakan budaya adalah
keseluruhan pola tingkah laku baik secara eksplisit maupun implisit yang
diperoleh dan diturunkan melalui symbol yang akhirnya membentuk suatu khas dari
kelompok manusia, termasuk perwujudanya dalam benda materi. Dari situ dapatlah
dikatakan bahwa semua hal yang berkaitan dengan hasil ciptaan manusia sebagai
subjek masyarakat adalah kebudayaan. Termasuk di dalam hal ini adalah bahasa
dan benda-benda yang diciptakan dan dipakai oleh manusia merupakan hasil
kebudayaan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Seorang ahli bahasa mengatakan bahwa
kebudayaan (culture[1])
bersinonim dengan cara suatu kelompok manusia (the ways of a people) (Lado dalam Dardjowidjojo, 1979: 129). Misalnya cara-cara hidup orang Amerika dapat dipadankan dengan kebudayaan
Amerika. Cara-cara hidup orang Jawa dapat dipadankan dengan kebudayaan Jawa. Casson (1981: 17)
menyatakan “culture is a symbolic meaning
system” ‘kebudayaan adalah sistem makna yang simbolis’. Lebih lanjut ia
menyatakan bahwa “Like language, it is a
semiotic system in which symbols function to communicate meaning from one mind
to another. Cultural like symbols, like linguistic symbols, encode a connection
between a signifying form and a signaled meaning ‘Seperti bahasa yang
merupakan sistem tanda/simbol yang berfungsi untuk mengkomunikasikan makna dari
satu konsep pikiran ke yang lain. Budaya juga berarti keseluruhan pengetahuan,
kepercayaan dan nilai yang dimiliki manusia sebagai mahkluk sosial yang berisi
model, dan sistem makna yang terjalin dalam simbol digunakan secara selektif
oleh masyrakat pendukungnya untuk berkomunikasi dan sebagai pedoman dalam
bersikap dan bertindak guna memenuhi kebutuhanya. Sehingga Kebudayaan memiliki
fungsi menghubungkan manusia dg alamnya dan masyarakat di sekitarnya. sebagai cara hidup berkelompok
yg diatur, ditetapkan dan disahkan masyarakat pendukungnya sekaligus
pelaku.
Kebudayaan
terdiri atas berbagai pola, bertingkah laku mantap, pikiran, perasaan dan
reaksi yang diperoleh dan diturunkan oleh symbol-simbol yang menyusun
pencapainya secara tersendiri dari kelompok-kelompok manusia, termasuk
didalamnya perwujudan benda-benda materi, pusat esensi kebudayaan terdiri atas
tradisi cita-cita atau paham yang terutama keterkaitanya dengan nilai-nilai. Dari
semua pengertian tersebut hakekat dari kebudayaan adalah kemanusiaan Kebudayaan
adalah penciptaan penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insani tercakup
didalamnya usaha memanusiakan diri didalam alam lingkunganya baik fisik maupun
social sebagai sebuah proses pencapaian sesuatu yang berharga dan baik dengan
system dan cara yang berharga dan baik pula, adapun Unsur-unsur kebudayaan
universal menurut konsep B. Malinoswki ada 7 unsure yaitu; Bahasa, system
tehnologi, system mata pencaharian, organisasi social, system pengetahuan,
religi dan kesenian. Mentalitas budaya tradisional sebagai national treasure adalah modal sosial yang dimiliki oleh bangsa
indonesia, seperti kerukunan, kejujuran, persatuan, toleransi, gotong royong
perlu diperkaya dengan mentalitas budaya modern seperti kerja keras, persaingan
sehat, demokrasi, keterbukaan dan bertanggung jawab akan menghasilkan
kebudayaan baru yang lebih memanusiakan manusia. Kebudayaan merupakan fenomena
yang selalu berubah sesuai dengan alam dan keperluan komunitas pendukungnya,
sehingga kebudayaan tidak bersifat statis tetapi dinamis. Sehingga menjadi
dasar tingkah laku manusia dalam kaitanya dengan lingkungan pribadi maupun
sosial. Dalam pengertian kebudayaan istilah tradisi sering ditafsirkan sebagai
hal yang terkait dengan unsure kepercayaan, keyakinan dan nilai-nilai yang
diwariskan melalui pembudayaan (enculturation)
Sehingga terkadang kata budaya seperti merujuk pada seni tradisional masa lalu.
Padahal itu dalam arti kata sempit. Pengertian kesenian tradisional sebagai
suatu bentuk seni yang didalamnya terkandung nilai kepercayaan yang dalam hal
bentuk, fungsi dan proses perwujudanya bersifat kolektif berulang-ulang dan
secara turun temurun dimaknai sebagai budaya.
Berkaitan
dengan pengantar singkat seni budhaya untuk tingkat SMK maka kita sepakati
bahwa budhaya sebagai sebuah tata cara atau usaha manusia yang memiliki
nilai-nilai symbolis dalam upaya pencapaian taraf hidup yang lebih baik.
A.
SENI

Hasil kebudayaan material biasanya selalu berkaitan erat
dengan ekspresi estetik seni. Dalam evryman
encyclopedia menyatakan bahwa kesenian ialah segala sesuatu yang dilakukan
orang bukan karena kebutuhan pokok melainkan semata-mata karena kemewahan,
kenikmatan dan kebutuhan spirituil (sudatmadji, 1979 : 6) Hal ini menunjukan
bahwa meskipun kehidupan sekelompok manusia yang sangat sederhana dan primitive
dibelahan dunia manapun di planet bumi ini disamping memenuhi kebutuhan
primernya (sandang, pangan, papan &
doa) mereka akan selalu mencari celah atau peluang untuk mengungkapkan dan
memanfaatkan keindahan. Menurut scopenhaure seni adalah jalan yang terbaik
untuk mencapai pengetahuan murni tentang dunia karena seni adalah mekarnya
segala yang ada. Seni membangkitkan kekuatan dan menghilangkan rasa lelah yang
akan menghapus krisis dalam hidup.
Definisi seni menurut beberapa ahli antara lain : Herbert
Read “The Meaning of Art (1959)” seni
merupakan usaha manusia untuk menciptakan bentuk-bentuk yang menyenangkan,
dalam arti bentuk yang dapat membingkai perasaan keindahan yang dapat
terpuaskan manakala bingkai itu dapat menangkap harmoni atau satu kesatuan dari
bentuk yang disajikan. Suzane K.Langer “ The
Principles of Art (1974)“ seni merupakan kreasi bentuk simbolis dari
perasaan manusia yang mengalami transformasi universalisasi dari pengalaman.
Memahami seni berarti menemukan sesuatu gagasan atau
pembatasan yang berlaku untuk menentukan hubungan dengan unsur nilai dalam
budaya manusia (SD.Humardani,1980:2)
sehingga apa yang dicari dalam seni bukan hanya kenikmatan indrawi
tetapi lebih dari itu, kenikmatan batiniah, karena sumber dari seni adalah
rasa, Keindahan atau estetika kata yunani berarti merasakan to sense atau to perceive Emosi estetis
menimbulkan respon atau dapat dibangkitkan karena hasil-hasil kesenian, ketika
seniman berusaha menimbulkan respon dari bermacam-macam objek atau pengalaman
yang terjadi secara tidak dituangkan kedalam kehidupan sehari-hari. Sebagian
besar orang mengatakan bahwa “seni itu indah” akan tetapi dibalik kesederhanaan
definisi umum itu ada tersembunyi pertanyaan kemudian“ yang bagaimanakah yang indah
itu?”. terdapat dimanakah keindahan itu, obyek (material) atau subyeknya (personal)
atau di tempat lain lagi? Muncul dua paham dalam sejarah seni, Bagi Plato
keindahan tidak terdapat didalam obyek maupun subyeknya akan tetapi dalam makna
kebenaranya, hal ini sama dengan
pendapat Santo Agustinus (354-430) dan
Thomas Aquinas (1225-1274), bahwa keindahan adalah kebenaran ilahiah sehingga
sesuatu yang indah adalah sesuatu yang mengungkapkan kebenaran ilahi
(isi/maknanya). Hal inilah yang menjadi pijakan produk seni pada jaman itu yang
bercorak keagamaan, kemolekan, kebaikan dan keagungan. Bertolak belakang dengan
pendapat di atas, Imannuel Kant (1724-1804) mengatakan bahwa yang indah adalah sesuatu
hal sempurna yang ditangkap dengan indrawi dan menimbulkan rasa senang tanpa
pamrih dan tanpa adanya konsep-konsep tertentu. Maksudnya kita bisa merasakan suatu
keindahan/kesenangan secara spontan yang tidak dihubungkan dengan apa-apa.
Sehingga keindahan terdapat pada obyek dan subyek yang mempunyai kesatuan
hubungan bentuk keindahan tidak lagi dimuati oleh kebaikan dan kebenaran karena
fasilitasnya berbeda. Satu contoh kita melihat lukisan affandi yang
menggambarkan orang sakit tergolek di tepi jalan, kurus, kumuh bahkan alat
vitalnya keluar, relief candi yang menggambarkan orang BAB dan seekor babi
hutan yang memakan kotoranya, atau nyanyian cocak rowo yang genit, jelas itu
semua tidak masuk kategori seni jika kita merujuk pada pengertian pertama, akan
tetapi menurut pengertian kedua seni akan menjadi longgar karena apapun isinya
yang penting adalah materialnya. Begitulah teori, ada yang memisah ada yang
merangkum, dan untuk itu kiranya kita serahkan saja pada masing-masing
individu, karena kita tidak bisa memperdebatkan rasa. Drikarja, seorang ahli
filsafat Indonesia mengatakan ”jiwa manusia luluh dengan hal-hal yang indah dan
menarik, dalam keluluhan jiwa itulah manusia lepas dan merasa bebas dari
maksud-maksud tertentu”. Sehingga dalam pengalaman estetik subyek dan obyeknya
tidak menjadi begitu penting, perasaan pasrah, menyerah, luruh, fly adalah tujuan utamanya. Borobudur
dan Prambanan dibuat dengan kemegahan akan tetapi proses penciptaanya diiringi
penderitaan dan kemelaratan masyarakat sekitarnya, mereka menyumbang tenaga,
harta, waktu dan pikiran demi bangunan itu, bukanlah sebuah pengorbanan kiranya
tetapi sebuah dedikasi yang dilakukan masyarakatnya untuk terus ingin menikmati
keluluhan dalam pengalaman seninya.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat dikatakan bahwa
setiap masyarakat mengembangkan dan mengungkapkan perasaan estetiknya sesuai
dengan pandangan, aspirasi, kebutuhan dan gagasan yang melingkupinya, hal ini
disebut sebagai kesenian. Kesenian diwujudkan dan diwariskan antargenerasi
dengan seperangkat nilai dan asas yang berlaku dalam masyarakatnya.

Periodisasi dalam seni secara garis besar terbagi dalam 4 masa yaitu ;
1. Periode Mistis ; seni sebagai kebutuhan wajib bagi alam
mistis, Pada masa ini manusia merasa terkurung oleh kekuatan gaib (imanensi)
sehingga ia harus melayaninya
2. Periode Ontologis ; seni sebagai alat mengambil jarak
imanensi. Pada saat ini manusia sudah berani mengambil tindakan dengan alam
Gaib (pemberian sesaji)
3. Periode Fungsional ; seni sebagai alat pemenuhan
kebutuhan manusia. Pada saat ini manusia sudah mulai menyadari hakikat kemanusiaan
yang memiliki karsa, rasa, cipta. Terpengaruh dengan slogan kebudayaan ”bentuk
mengikuti fungsi ” pada tahun 1880 maka semakin modern peradaban manusia,
semakin hilang ornamentasi seni dalam ciptaan karya manusia. Seperti yang
dilakukan Mao Zedong, Akan tetapi hal ini ternyata menjadikan kehidupan manusia
terasa kering, New York salah satu kota yang mengusung konsep itu, bangunan
yang hanya berbentuk kotak/kubus tanpa ornamen, meja makan kaca yang bersih,
tiang-tiang stainless yang mengkilat,gemerlap lampu di meja makan, tentu itu
baik tetapi bagi kita tak ada kesan betah,
dan tidak sedikitpun mengundang selera makan.
4. Periode Ekspresif ;
seni sebagai ungkapan emosional pribadi, pada saat ini manusia menyadari
sepenuhnya bahwa dirinya adalah mahkluk paling beradab dan bebas menentukan.
Setelah periode Fungsional membumi, banyak dari manusia kehilangan peradaban
dan kebudayaan nenek moyang mereka. Kini mereka berusaha mencari cari,
menggali, mengawinkan dan bahkan memperkosanya dengan cara berfikir masa sekarang
(universal,global) yang terkadang jauh dari nilai-nilai tradisi.
Antara seni rupa, musik dan tari volume dan usianya sudah
tua akan tetapi karena rupa meninggalkan bekasnya maka tampak paling besar, dan batang yang kecil seperti teater, sastra
muncul setelah adanya budaya tulis dan berbahasa, kemudian media rekam
merupakan seni yang baru saja ada. Adapun pembagian zaman/periode, dan fungsi
dibedakan kemudian pada cabang/ranting berikutnya sampai pada seni terap tehnologi
terbaru. Kemajuan tehnologi akan memberikan kemudahan bagi seniman dalam
menghasilkan karya seni, misalkan pada metode digital printing, melukis dengan
computer, ataupun bahkan proses pembuatan karya seni aliran super realism yang
amat realistic karena dalam pengaplikasianya memanfaatkan metode iptek
duplikasi. Pada prinsipnya bahwa karya seni yang dihasilkan (merupakan buah
dari pohon seni) entah dari cabang dan ranting manapun yang terpenting adalah
menghasilkan buah yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, terutama tujuan untuk
memanusiakan manusia. maka andil
seniman (orang yang menghasilkan karya seni) minimal harus memiliki sikap
estetis dalam pemilihan tema, model, dan settingnya dalam menciptakan karyanya.
Seorang seniman harus memiliki daya pikat dalam karyanya. Daya pikat ini dapat
terjadi ketika seniman merasakan keputusasaan dan kebahagiaan, karena
didalamnyalah terdapat perasaan. Perasaan sebagai energi utama karya seni.
Terlibat dalam sebuah karya seni (penikmat, pelaku,
pendukung, pengamat) merupakan
pengalaman yang akan mempertajam fungsi cipta rasa karsa manusia. Yang dalam
pendidikan akan sangat mempengaruhi kognitif, afektif dan psikomotorik siswa,
sehingga akan dicapai sauatu pemahaman bahwa seni akan memberi manfaat bagi
proses pendidikan generasi muda & ketahanan budhaya bangsa Indonesia akan
kuat.
Langganan:
Postingan (Atom)